Belajar dan Berubah adalah Niscaya

Oleh : Drs. Sunarno, M.Pd (Ketua Yayasan Al Abidin)

“Belajar dan berubah” hal ini mengingatkan saya saat membaca sejarah jatuhnya Nokia . Nokia di awal tahun 2000-an adalah merk HP yang sangat laris manis. Bahkan 75% pengguna HP saat itu diyakini memakai merk NOKIA. Ini berarti seluruh merk lain hanya diberi porsi 25%. Tapi di dunia ini tak ada yang abadi kecuali yang namanya “perubahan” itu sendiri.

Ternyata keadaan berbalik ketika tahun 2010-an, Nokia disaingi oleh Blackberry, yang akhirnya pun ditumbangkan lagi oleh Samsung dan sebagainya dan Nokia akhirnya tidak bertahan, dan terpaksa harus menjual sahamnya ke korporasi lain. Yang membeli tak lain adalah pemilik microsoft.

Saat upacara penyerahan saham, Steve Beller CEO Nokia menangis sambil berucap…“We didn’t do anything wrong, anyhow we lost”. Sungguh kami tidak melakukan kesalahan apapun, tetapi kami ambruk. Para ahli bisnis dunia serempak mngomentari tangisan CEO Nokia ini dengan kalimat : “Yes, you didn’t do anything wrong Beller,…but YOU MISSED OUT OF LEARNING, AND YOU MISSED OUT OF CHANGING… Yaaa….memang anda tidak melakukan kesalahan sedikitpun, tetapi Beller anda terlambat belajar dan anda terlambat berubah.

Kisah tersebut sesungguhnya hanya satu diantara ribuan kisah tentang kejayaan usaha, atau kejayaan lembaga atau kejayaan apapun dan boleh jadi segalanya adalah negara di dunia ini ketika terlambat belajar dan atau terlambat berubah. Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa dunia ini selalu berubah seiring perubahan waktu. Jadi di dunia ini tidak ada yang abadi kecuali apa yang disebut dengan “perubahan” itu.

Lihatlah contoh lain perusahaan Yahoo0!!! yang ambruk atau setidaknya mengalami penurunan drastis atau terjun bebas… Selanjutnya google-lah yang eksis dan itupun juga tidak ada jaminan kalau bisa kejayaannya langgeng. Banyak sekali merk barang2 yang menjadi ikon seperti “odol” yang sesungguhnya itu merk pasta gigi terpopuler saat itu. “Kodak” yang mewakili merk kamera. Tipe-X yang mewakili nama tinta penghapus permanen. Sanyo yang mewakili nama pompa air misalnya, serta banyak lagi yang lainnya.

Sekolah swasta misalnya juga dulu banyak SMA swasta yang sangat berjaya tapi kini tinggal kenangan.
Kesimpulannya adalah apakah itu perusahaan ataukah lembaga ataukah barang hasil produksi, kalau tidak ingin kejayaannya hilang atau melayang begitu saja maka selalu belajarlah dan juga selalu berubahlah ke arah dimana kemauan masyarakat itu ada. Fenomena hancurnya perusahaan atau lembaga tersebut selanjutnya disebut “Inovation dilema”.

Jangan salah fenomena tersebut juga dapat melanda eksistensi profesi dan juga kita sebagai personal atau karyawan. Contoh nyatanya saat era digital maka kalau kita bertahan pada penggunaan teknologi manual, maka siap-siaplah kita ditinggalkan pelanggan kita. Sebagai karyawan juga di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini ketika tidak dapat menyesuaikan dengan menguasai tehnologinya maka siap-siaplah didepak dari kantor kita nanti.

Oleh sebab itu upaya kita untuk senantiasa eksis dan berkembang, tidak lain adalah selalu belajar dan berubah atau berinovasi.

Semoga menginspirasi….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kontak Kami

Silahkan hubungi kami apabila pertanyaan terkait Yayasan Al Abidin Surakarta.