Bila dia berbeda

Oleh : Kepala Sekolah SDII Al Abidin Surakarta (Bunda Farida Nur’Aini)

Ayah bunda, waktu terus berlalu anak-anak kita semakin bertambah usia dan semakin dewasa. Seiring dengan perkembangan usianya maka peran Kita sebagai orang tua pun mulai bergeser. Mereka bukan lagi anak kecil yang dengan mudah kita untuk atur.

Ibaratnya, jika anak masih kecil mereka masih dalam buaian kita. 100% tergantung dari pertolongan kita. Saat anak sudah berjalan, kita gandeng tangannya dan kita arahkan. Saat anak sudah mulai mengenal teman, pegangan satu tangan mulai terlepas. Dia bisa mengayunkan tangannya itu dengan bebas. Saat mulai remaja, dia sudah malu kita gandeng. Kedua tangannya dia lepaskan dari genggaman tangan kita. Dia bebas berjalan di samping kita. Anak terus bertambah besar. Saat anak beranjak dewasa, langkah kita makin menurun dan sebaliknya anak kita semakin cepat berjalan. Akhirnya, pada saatnya kita harus rela melepaskannya untuk berjalan bahkan berlari jauh meninggalkan kita. Sehingga dia tak lagi terlihat oleh mata. Dia sudah berada nun jauh di sana. Di dunianya. Ya..kini dia bukan anak kecil lagi yang selalu kita atur.
Dia sudah tumbuh menjadi manusia dewasa yang mempunyai keinginan, kehendak dan rencananya sendiri.

Ayah bunda, pada saat seperti ini, kitapun harus menyesuaikan pola asuh kita. Kini bukan lagi saatnya kita terus memberi nasehat demi nasehat. Bukan lagi saatnya kita terus memberi komentar dan menilai apa yang dilakukan anak. Bukan saatnya lagi kita menyalah- nyalahkan anak karena berbeda dengan kita. Dia sudah dewasa. Mengerti apa yang harus dan tidak dia lakukan.
Maka lebih bijaklah menyikapinya. Kurangi nasehat kita. Sebaliknya semakin banyaklah mendengar. Mendengar dunianya, mendengar isi hatinya, mendengar rencananya.
Saatnya kini bergantian. Dia yang berbicara, kita yang mendengarkan.

Anak kita yang tak lagi bersama kita, ia akan tumbuh dengan banyak pengaruh dari segala hal yang melingkupinya.
Dari temannya, dari komunitasnya, gurunya, dosennya, lingkungannya, pekerjaannya, buku bacaannya dan apa saja yang yang dekat dengannya. Inilah beberapa hal yang memungkinkan dia tumbuh menjadi manusia yang berbeda dengan kita.
Beda kehendak, beda selera, beda pola pikir, beda pilihan , beda pandangan , beda gaya hidup, atau perbedaan yang lainnya. Mereka berbeda dengan pilihan hidup kita. Misalnya, orangtuanya tokoh partai A, berjuang dengan teman- teman partainya. Sedangkan anaknya tidak suka berpartai. Atau bahkan berseberangan, menjadi pengikut setia partai B.
Orangtuanya ustad, hidup teratur, taat. Sedangkan anaknya menjadi seniman. Cenderung bebas dan tidak suka aturan.
Kedua orangtuanya pegawai negri. Sedangkan anaknya sama sekali tidak tertarik dengan pekerjaan tersebut. Ia tidak mau hidup terikat dengan aturan- aturan. Atau yang simpel saja. Orangtuanya sosialita. Suka posting segala kegiatannya. Hobi selfi sepanjang hari. Namun sang anak tidak menyukai dunia media sosial. Ia tak suka difoto apalagi diupload.
Yup.. Semua bisa terjadi,bun. Anak bukan fotokopi orangtuanya.

Ayah bunda , jika anak tumbuh berbeda dari kita, apa yang menjadi peran kita ?
1. BERIKAN RUANG UNTUK MENJADI DIRI SENDIRI
Ayah bunda, ketika anak kita memilih jalan yang beda dengan kjta, berbesar hatilah. Biarkan mereka menjadi dirinya sendiri. Kita tidak bisa menjadikan mereka seperti kita.
Masanya sudah berbeda,maka berilah ruang untuk mereka memilih kehidupannya sendiri yang berbeda dengan kehidupan kita. Kita tidak bisa memaksa agar anak kita sama dengan kita. Sama halnya kita bisa menyuruh anak mengambil makanan. Tapi kita tidak bisa memaksanya untuk makan.

2. BERIKAN KASIHSAYANG DAN CINTA.
Walaupun anak kita berbeda pilihan dengan kita, perbedaan selera dengan kita, teruslah berikan cinta dan kasih sayang. Karena cinta dan kasih sayang orang tua benar-benar tulus. Tidak ada tendensius. Tidak mengharapkan balasan apapun dari anaknya. Cinta dan kasih sayang orang tua tidak bisa dibendung hanya karena perbedaan pandangan hidup. Anak tetaplah anak.
Justru dengan cinta dan kasih sayang orang tua perbedaan itu akan menjadi rahmat. Saling menghormati ,saling menjaga dan tetap saling menyayangi. Anak akan menjadi bersinar , sukses dengan pilihan hidupnya dengan ada cinta dan kasihsayang dari orangtuanya.

3. JADILAH PENDENGAR YANG BAIK
Dukunglah apa yang menjadi pilihan hidupnya. Beri motivasi pada pilihan hidupnya agar dia tetap berada dalam kebenaran. Dengarkan pendapatnya. Diskusi menjadi hal yang disukainya. Tukar pikiran layaknya teman. Seperti apa yang disampaikan oleh sahabat Ali bin Abu Tholib. Ketika anak kita sudah usia 14 tahun ke atas maka kita mendidiknya bagai sahabat.

4. DOAKANLAH
Doakanlah dan terus mendoakannya. Jika ada yang tidak benar dari anak kita dan kita tidak mampu merubahnya dengan lisan kita maka doa adalah cara ampuh untuk mengarahkannya bahkan merubahnya. Baluri kehidupan anak kita dengan doa-doa kita. Doakan yang terbaik untuk mereka. Doa orang tua itu mujarab. Pasti dikabulkan. Maka doakan dengan sepenuh keyakinan. Cukuplah doa menjadi senjata pamungkas kita.

Sebagai akhir dari tulisan ini , mari kita renungkan karya penyair besar Kalil Gibran berikut ini :
Anakmu bukan anakmu
Mereka adalah anak dari kehidupan yang ingin menjadi diri mereka sendiri
Mereka datang melaluimu, tapi bukan darimu
Dan meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu
Berikanlah cintamu, tapi bukan pemikiranmu
Karena mereka memiliki pemikiran mereka sendiri
Berikanlah rumah bagi tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa mereka adalah milik rumah masa depan, yang tak bisa kau kunjungi, tak pula dalam impianmu

Kau bisa berusaha menjadi seperti mereka, tapi jangan jadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur atau tenggelam di masa lalu

Kau adalah busur yang dibutuhkan anak-anakmu sebagai anak panah
untuk melesat kencang ke depan
Sang Pemanah memandang jauh tanpa batas
Dan Ia menarikmu dengan segala kekuatan
agar anak panahNya melesat cepat dan jauh

Merentanglah dalam tangan Sang Pemanah dengan bahagia
Karena seperti Ia mencintai anak panah yang melesat cepat
Ia pun mencintai busur yang kokoh

Tetap semangat Ayah Bunda..
Salam parenting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kontak Kami

Silahkan hubungi kami apabila pertanyaan terkait Yayasan Al Abidin Surakarta.