Hari Libur Pun Diisi dengan Hafalan

Hasil tak menghianati usaha, kalimat ini rasanya pas jika disematkan pada upaya santriwati bernama Nabila Azka Khanza. Santri dengan pencapaian 18 juz ini terbilang ulet dan tekun dalam melatih hafalan. Pasalnya baik siang, malam maupun hari libur selalu dimanfaatkan untuk mencapai hafalan. Gadis 15 tahun ini meyakini, bila upayanya akan bermanfaat buat dirinya sendiri maupun orang lain.

Ia dipilih Allah untuk menjadi pribadi yang dekat dengan Al-Quran. Pada saat yang sama banyak remaja kita yang belum bisa membaca Al-Quran bahkan sangat banyak yang masih melalaikannya. Rasulullah SAW sangat mendorong sahabat dan umatnya untuk menghafal ayat-ayat suci Alquran. Orang-orang yang menghafal Alquran mendapat posisi yang istimewa di mata Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka yang menjaga Al quran lewat hafalan akan mendapat posisi yang terhormat dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.

Nabi Muhammad SAW mengibaratkan orang yang tak memiliki hafalan Alquran sebagai gubuk kumuh yang nyaris roboh. “Orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” (HR Tirmidzi). Lantas, apa saja keistimewaan yang akan diraih seorang hamba yang menghafal Alquran?

Rasulullah SAW mendorong umatnya untuk mencintai Alquran. Amr bin Salmah, seorang sahabat Nabi SAW, karena kemampuannya menghafal Alquran, pada usia tujuh tahun telah mendapat posisi yang istimewa di kalangan masyarakatnya. Atas kepandaiannya menghafal Alquran, ia selalu ditunjuk menjadi imam shalat jamaah

Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW, “Orang yang paling banyak menghafal ayat-ayat Alquran lebih utama untuk menjadi imam.” Demikian pula dengan Ibnu Abbas. Pada usia 10 tahun, ia telah hafal 30 juz. (Bukhari, Fathul Bari).
Kemauan keras dari para tabiin dan tabi umat tersebut tampaknya menginspirasi santri asal Semanggi Soloini. Di usianya yang masih 15 tahun, Ia sudah menghafal separoh lebih juz dalam Al-Quran. Tentunya sebuah hasil yang tak dihianati setiap usaha yang Ia lakukan. Berikut wawancara dengan santriwati berusia 15 tahun ini.

Apa yang kau peroleh selama mengikuti pembelajaran di pesantren dan bagaimana perasaanmu menjadi bagian dari santri PPTQ Al Abidin?
Perasaan saya mondok di PPTQ Al-Abidin sangat senang, saya mendapat pelajaran seperti pentingnya ilmu dan juga manfaat menghafal Al-Quran, juga seperti arti sabar, ikhlas, saling meyanyangi, berlatih kemandirian, bekerja keras, dan banyak sekali manfaat yang saya dapatkan di PPTQ Al Abidin ini.

Bagaimana Anda membagi waktu di tengah kesibukan sebagai santri?
Cara saya membagi waktu kegiatan sekolah kegiatan pesantren dan hafalan atau berlatih menghafal adalah antara lain dengan menyusun agenda yang dimulai pada malam hari. Saat malam hari itulah saya membuat jadwal untuk menghadapi hari hari selanjutnya. Juga melakukan kegiatan sekolah sebagaimana sekolah formal yang dimana saya menjadi peserta didiknya.
Ya seperti kegiatan halaqoh, kemudian piket-piket. Nah jika ada jeda dari kegiatan itu saya gunakan untuk mengasah lagi kemampuan hafalan saya. Termasuk saat istirahat jam sekolah, saya pun tetap memanfaatkan waktu tersebut untuk menghafal.

Bagaimana cara yang Anda tempuh dalam menghafal?
Cara menghafal Al Quran, cara saya adalah dengan mencari waktu khusu agar lebih fokus. Bila perlu mencari tempat yang agak sepi atau sunyi untuk bisa pada fokus.
Selanjutnya ditempuh dengan metode mengulang-ulang tiap ayatnya. Juga saya buka terus halaman halaman tersebut, langkah berikutnya menghafal satu persatu, jika sudah hafal akan saya lanjutkan melangkah ke halaman selanjutnya. Jika semua sudah perbagian bagian maka selanjutnya akan saya ulang ulang lagi atau sambungkan sehingga menjadi hafalan yang utuh.

Apa Harapanmu setelah tak lagi menjadi santri?
Harapan kedepan setelah saya lulus dari PPTQ Al Abidin, saya membahagiakan orang tua dengan cara yang terbaik. Kemudian akan menyalurkan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat luas, seperti ilmu-ilmu dari musrifah yang telah saya dapatkan dari sini. Dan yang terpenting adalah bisa menjaga hafalan.

Tadi kamu mengatakan mendapatkan pembelajaran tentang kemandirian, Nah menurutmu kemandirian yang bagaimana?
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian para santri seperti saya dan teman teman antara lain ialah kemauan untuk beradaptasi di lingkungan baru, faktor lingkungan pondok pesantren, dan yang terakhir adalah nilai ketuhanan yang tertanam dalam diri santri. Nilai ruhiyah yang didapat dari pondok telah menjadi modal dalam menjalani kehidupan dan seiring berjalannya waktu akan melahirkan nilai baru. Diantaranya semangat, inisiatif, percaya diri, tanggung jawab dan kesungguhan hidup. (hyt)

BIODATA
Nama : Nabila Azka Al Khansa
Jumlah : Hafalan 18 Juz
TTL : Surakarta 23 Mei 2007
Alamat : Losari, RT 03 RW 03 Semanggi Pasar Kliwon Surakarta.
Hobby : Membaca
Cita-cita : Ustadzah
Orang Tua : Sujoko – Zaenab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kontak Kami

Silahkan hubungi kami apabila pertanyaan terkait Yayasan Al Abidin Surakarta.