Choirul Tanjung si Anak Singkong
Begitulah judul buku yang pernah saya baca. Judul buku yang tetiba saja saya ingat sebab cerita yang dibawakan oleh Ms Aya, kepala sekolah saya, hari ini di saat beliau membuka sesi workshop hari pertama.
Dalam motivasinya, ms Aya menceritakan tentang seorang anak desa, anak dari seorang penjual mainan dari bambu. Seorang anak lelaki yang lahir tidak dengan sendok emas.
Singkatnya, anak ini tumbuh menjadi lelaki yang pernah diberhentikan dari jabatan sebagai kepala sekolah.
Sebagai manusia normal, tentulah keadaan ini membuatnya sedih bukan? Namun, tidak dengannya. Lelaki ini justru menerima dengan lapang dada.
‘Ini hanya dunia, dan apa yang ditakdirkan Allah pasti baik.’ Begitu pikirnya.
Seiring berjalan waktu, beliau kembali diangkat menjadi kepala sekolah. Namun, bukan di kota, melainkan di daerah pelosok, yang jauh dari rumah. Lagi dan lagi, bukannya ‘ngeresulo’, lelaki ini justru kembali berpikir optimis, “Sekolah ini pantas mendapatkan aku sebagai kepala sekolahnya.”
Maka tak heran, optimisme ini memacunya untuk terus bersungguh-sungguh dalam mengemban amanah yang diberikan.
Selama menjabat sebagai kepala sekolah, beliau selalu datang tepat waktu, dan tak pernah terlambat sekali pun. Bahkan, beliau bisa lebih pagi dari guru lainnya. Padahal, jarak rumah beliau berpuluh kilo meter jauhnya dibanding guru lain.
Benarlah, di balik setiap apa yang diberikan, selalu terselip hikmah di dalamnya.
“waktu itu, saat jadi kepala sekolah di pelosok, beliau sering pegel ya pinggangnya. dikira apa terus diperiksakan. Ternyata beliau kena batu ginjal. Karena itu, beliau akhirnya memutuskan minum banya air putih. Dan uniknya, beliau ini nggak harus operasi, lho. Sebab, goncangan saat perjalanan ke sekolah yang jauh dan jalanan yang rusak, membantu menggogrokkan batu ginjalnya,” cerita ms Aya.
Ms Aya melanjutkan, bahwa akhirnya lelaki ini pun menydari akan hikmah beliau ditkdirkan Allah mengemban amanah di daerah terpencil. Selain karena beliau mampu dan memiliki kinerja yang baik, Allah juga ingin menolong beliau menyembuhkan penyakit batu ginjal.
Memang, Allah selalu memiliki cara menolong hamba-Nya. Baik cara yang terang terangan, maupun dengan cara unik seperti itu.
Setelah sekian tahun mengabdi dengan dedikasi dan amanah. Beliau pun kemudian dipanggil oleh dinas dan diminta menjadi kepala sekolah SMA Negeri yang begitu dekat dengan rumah. Selang beberapa tahun kemudian, beliau diangkat menjadi kepala wilayah dinas pendidikan.
Lihatlah, bahwa lelaki yang lahir bukan dari sendok emas, lelaki yang kakinya telah menjadi saksi perjalanan berkilo meter, dan lelaki yang tak mendaptkan fasilitas seperti kita ketika kecil itu, telah membuktikan akan kuasa Allah. Bukti bahwa apapun amanah yang telah Allah Swt takdirkan pada kita, pasti itu yang terbaik bagi kita. Tak perlulah kita mengeluh begitu besar, sebab ketika hikmah itu sedikit saja disingkap, justru syukur lah yang akan kita ucap. Kita, hanya perlu untuk bersungguh-sungguh dan berusaha sebaik yang kita bisa menjalankan setiap amanah yang diberikan. Sampai akhirnya, lelah itulah yang akan lelah mengejar kita.
Ini mungkin bukanlah cerita si anak singlong. Namun, kisah dan perjuangannya yang meski hanya sedikit diceritakan, tetapi memberikan kita pelajaran yang sama berharganya dengan si anak singkong.
Kisah ini adalah kisah dari ketua Yayasan Al Abidin Surakarta, Bp. Sunarno, MPd. Tabarakallahu
(ditulis oleh Mrs Eki – SDICT Al Abidin Sukarakarta)