Anak tunggal nan tangguh
🌷 Ayah Bunda,
Anak merupakan anugerah Allah yang luar biasa yang harus kita jaga. Kita didik agar menjadi tabungan pahala di surga kelak. Di antara kita ada yang diberikan jumlah anak yang berbeda. Ada yang diberi 4, 3, 2 atau dan ada juga yang baru diberikan putra 1 untuk sementara, atau ya memang hanya satu-satunya. Mendidik anak tunggal dan mendidik anak yang banyak tentu saja berbeda tantangan dan ilmunya. Ada yang beranggapan jika mempunyai anak lebih sedikit maka akan lebih ringan tantangannya. Apakah benar demikian? Apakah berarti mempunyai anak tunggal tantangannya jauh lebih ringan daripada anak yang banyak? Tentu saja tidak. Setiap keluarga mempunyai ujian tersendiri sendiri yang sudah diukur pada kemampuannya oleh Allah. Tantangan anak banyak dan anak tunggal sebenarnya tergantung dari ilmu dan kecakapan orang tua. Ada orang tua sudah membuktikan mempunyai anak 9 atau 10 . Tetapi mereka bisa menjadi anak mereka sholeh sholehah, menjadi penghafal Quran. Tetapi ada juga yang diberi karunia dua anak tapi sudah pusing setiap hari.
Yuk, sekarang kita fokus kita fokus membahas jika kita diberi amanah anak tunggal.
🌷Ayah bunda, pada sebagian masyarakat kita menganggap anak tunggal itu bermasalah dalam emosi, manja dan egois. Apakah benar demikian? Semua tergantung dari cara kita mendidiknya. Mengapa ada anggapan seperti itu? Karena salah dalam mendidik. Anak tunggal cenderung dimanjakan. Dituruti semua keinginannya, serba dilayani dan dibantu. Jika kita tidak memanjakan pasti hasilnya juga berbeda.
Di sisi lain, perlu juga kita fahami bahwa anak tunggal tidak terbiasa mengalami hal yang dialami oleh yang mempunyai saudara kandung misalnya rebutan barang, menunggu , berbagi, bertengkar, menang atau mengalah. Hal tersebut mungkin terlihat tidak menyenangkan. Tapi sebenarnya berguna untuk menguatkan mental mereka. Mengalami kekecewaan itu diperlukan untuk menjadikan anak kuat.
🌷 Apa yang harus kita ajarkan pada anak tunggal?
1. Adalah kesepakatan antara ayah dan bunda dalam memberikan pola asuh kepada anak. Jangan sampai terjadi perbedaan pola asuh antara orang tua. Misalnya ibu cenderung tegas tetapi ayahnya cenderung memanjakan. Ini akan membuat anak labil, tidak punya pendirian.
Terapkan konsekuensi apabila ananda melanggar kesepakatan . Misalnya dalam hal penggunaan gadget.
Aturannya, usia 3 sampai 6 maksimal 1 jam perhari . Sedangkan usia 6 sampai 13 tahun maksimal 2 jam. Bila anak melanggar kesepakatan ini maka beri sangsi sesuai kemampuannya.
2. Ajarkan kepada ananda berbagi .
Bisa berbagi dengan teman di sekolah atau dengan orang lain. Dengan berbagi ananda belajar iklas. Melepas hal yang disukai untuk oranglain. Terutama berbagi dengan yang lebih membutuhkan. Hal ini akan memunculkan rasa empatinya.
3. Ajak ananda untuk bersosialisasi Lepaskan anda bermain bersama dengan teman-temannya. Biarkan dia bebas. bermain , bergaul dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Anak perlu belajar menghadapi permasalahan. Pengalaman yang seru, menyenangkan atau juga pengalaman tidak menyenangkan. Merasakan tidak nyaman, di ejek atau disepelekan. Ini akan mengasah mental mereka agar menjadi tangguh.
4. Untuk mengajarkan tanggung jawab kepada Ananda maka berikan Anda tanggung jawab di rumah sesuai dengan kemampuannya dan usianya. Misalnya menyapu teras, menjemur baju, buang sampah, mengelap meja makan, cuci piring, mengepel dan sebagainya.
Ajarkan pula ananda untuk bertanggung jawab terhadap barang-barangnya sendiri. Apabila dia kehilangan barang maka dia yang harus bertanggung jawab untuk mencarinya dan menanggung rasa sedih akibat perbuatannya. Jangan bermudah-mudah untuk menolongnya atau mengambil alih tanggung jawabnya, karena ini justru akan melemahkan mentalnya.
5. Ajari ananda untuk mandiri.
Walau ada mbak atau bude yang siap melayani segala keperluannya tetapi anda tetap harus diajarkan untuk mandiri.
Dimulai dari melayani kebutuhannya sendiri . Ananda diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap barang-barangnya sendiri. Jika ada tugas di sekolah untuk membawa barang maka percayakan ananda untuk mengusahakan sendiri. Jika ada kesulitan baru kita menolongnya.
6. Karena anak memerlukan teman tetapi tidak ada saudara yang menjadi temannya maka kitalah yang menjadi temannya.
Jadikan diri kita sebagai sahabat bagi anak kita. Tempat berbagi cerita , berbagi pengalaman, pergi bersama dan hal-hal lain yang dilakukan sebagai seorang teman.
Dengan kita menjadi sahabatnya, anak tidak akan merasa kesepian.
Demikian Ayah Bunda. Semoga bermanfaat.
Tetap semangat..!
Salam parenting..
Kepala Sekolah SDII Al Abidin Surakarta
Bunda Farida Nur’Aini