Cinta ini untukmu, sayang

Oleh : Bunda Farida Nur’Aini

(Kepala Sekolah SDII Al Abidin Surakarta)

 

🌷Kulihat anak dan ibu di depanku sedang makan siang. Aku tersenyum melihat anak yang usianya sekitar 5 tahun itu bisa makan sendiri. Alhamdulillah..bersyukur sekali ibunya. Anaknya sudah bisa 7 sendiri. Kulirik anakku yang usianya 15 tahun di sebelahku. Wajah polosnya memandang ke arah tak karuan. Ke kanan ke kiri, mendorong meja, memukul kursi. Yaa.. aku harus kerja keras agar sepiring nasi ini masuk ke perutnya. Anakku tak mengerti artinya lapar dan haus sehingga ia tidak pernah minta makan dan minum. Maka akulah yang harus selalu siaga, agar kesehatannya terjaga. Dia adalah permata hatiku yang sangat aku sayangi setulus hatiku. Kuelus kepala anakku. Walau tidak merespon aku tahu dia merasakan elusanku. Dia amanah Allah untukku. Aku siap menjaganya, sepenuh cinta.

🌷 Anakku sedang berusaha keras memaknai kata demi kata yang keluar diri gurunya. Beliau begitu sabar mengulangi berkali-kali kata yang ia ucapkan dan memperagakannya. Namun anakku belum paham juga. Tak sadar aku ikut menganggukkan kepala, mengeja kata demi kata untuk membantunya. Ya.. itulah kegiatan rutinku. Datang ke terapis wicara agar anakku faham kata-kata. Di saat yang lain, teman-temannya sudah bisa membaca majalah, membaca buku. Betapa bersyukur orangtuanya memiliki anak yang sempurna. Bisa bicara, bisa komunikasi , bisa bercanda. Aku tersenyum membayangkan jika anakku seperti itu. Namun inilah realitanya. Aku menerima dengan iklas. Aku tak pernah marah pada anakku karena ia pun takkan mengerti kalimatku. Dia adalah cintaku. Apapun aku lakukan agar dia bisa lebih mengerti makna kata-kata, agar aku bisa bicara dengannya.

🌷 Hatiku ikut merasa sakit mendengar kemarahan seorang ibu kepada anaknya yang tak sengaja tersandung. Dia bilang anaknya tidak hati-hati, sembrono sehingga celananya kotor. Ibu itu membentak anaknya tapi hatiku yang sakit. Aku tak pernah membentak anakku karena terjatuh atau berlari. Bagaimana mungkin ia berlari? Saat ini berjam-jam ia habiskan untuk terapi agar dia bisa berjalan . Ya.. hanya sekedar bisa berjalan anakku membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan sampai di usianya yang ke-9 ini. Aku sangat mencintainya. Teramat sangat cinta. Dialah tempatku menumpahkan kasih sayang. Aku berharap kelak ketika dewasa dia tetap berkarya, bisa mandiri bahkan bisa berkeluarga. Harapan itu memang tipis, tapi aku tetap optimis. Aku tak pernah putus asa meminta dan berdoa agar anakku bisa mandiri. Karena suatu saat nanti aku pasti akan meninggalkannya di dunia ini. Sebelum itu terjadi, kusiapkan semuanya sejak sekarang.

🌷 Kudengar seorang ibu menyuruh anaknya diam karena sang ibu sibuk memegang gadgetnya. Anak usia 3 tahun itu tak henti-hentinya bertanya tentang segala sesuatu yang dilihatnya. Hatiku tersentuh. Anak itu cerdas sekali. Rasa ingin tahunya besar. Namun ibunya membungkamnya dengan bentakan agar dia tak banyak tanya. Aku teringat anakku yang belum bisa mengucap sepatah kata pun. Ia hanya bisa berteriak-teriak tanpa makna. Susah payah aku berusaha memahami keinginannya. Namun, karena keterbatasan ilmuku sering aku tak memahami yang diinginkan. Akhirnya anakku marah-marah. Ia berteriak-teriak tak mengenal tempat. Terapi demi terapi ia jalani agar bisa mengeluarkan kata-kata bermakna. Aku takan pernah berhenti mencoba dan menemaninya. Segala upaya akan aku lakukan demi anakku buah cintaku yang sangat kucintai sepanjang hidupku.

🌷Ayah bunda, mereka adalah orang tua hebat. Hari-hari mereka dilewatkan dengan perjuangan dan harapan. Tak ada waktu untuk mengeluh, tak sempat memberi bentakan, tidak ada kesempatan memberi tudingan atau cacian. Yang ada hanyalah cinta.
Ya, hanya ada cinta untuk mereka.
Anak- anak surga yang dikirim Allah untuk dititipkan , dibimbing, dididik dengan penuh kasih sayang.

Bagaimana dengan kita?
Akankah kita yang mempunyai anak-anak yang normal akan membentak, meremehkan atau menuding anak-anak kita yang hanya sekedar mereka lupa, jatuh tak sengaja, atau makannya lama?
Mendidik itu berproses. Bukan sulapan. Kesabaran dan tak terbatas adalah senjata kita.

🌷 Ayah bunda, mari syukuri setiap kondisi anak kita. Tak semua orang tua diberi amanah berupa anak. Alhamdulillah kita sudah dipercaya . Maka tunjukkanlah kepada Allah bahwa kita layak dipercaya, dengan mendidik mereka sepenuh cinta, apapun keadaan anak kita.
Tumpahkan air mata kita sebagai bentuk rasa syukur telah memiliki mereka. Permata hati kita … buah cinta kita.

Selamat Hari Anak Nasional.
Peluk cium kami untuk anak-anak di seluruh Indonesia dan dunia.
Percayalah kami sangat mencintaimu, sayang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kontak Kami

Silahkan hubungi kami apabila pertanyaan terkait Yayasan Al Abidin Surakarta.