Kita berbeda, nak

Oleh : Bunda Farida Nur’Aini

Kepala Sekolah SDII Al Abidin Surakarta

“Ini aja ya, sayang. Ini matching sama warna tasmu” kata seorang mama memilihkan sepatu pink untuk putri kesayangannya.
“Enggaak.. Aku mau yang biru itu” kata anaknya menggelengkan kepalanya.
“Eh, ini kan mahal, sayang. Warnanya gak cocok sama tasmu. Bagusan yang pink ini,lho” kata mama membujuk.
“Enggaaakk.. pokoknya yang biru!” Anak mulai teriak. Beberapa orang menoleh ke arah mereka.
“Haddeeh…ini anak. Padahal yang pink ini bagus..matching sama tasnya..lebih murah lagi” gumam sang mama sambil mengembalikan sepatu pink itu ke tempatnya kembali. Wajahnya tampak kesal. Namun apa daya, anaknya benar- benar menolak pilihan mamanya.

🌷 Ayah Bunda, pernahkan berselisih dengan anak karena beda pilihan? Ya, hampir semua orang mengalaminya. Beda selera, beda keinginan, beda pendapat, beda sudut pandang. Ini terjadi karena setiap manusia mempunyai keinginan dan selera yang berbeda. Termasuk kita dan anak kita.
Bisa jadi bagi kita baik tapi bagi anak kita tidak baik. Atau sebaliknya. Bagi anak baik tapi bagi kita tidak baik.
Bahkan bisa juga bagi kita dan anak kita baik, tapi ternyata tidak baik untuk keduanya.
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsep nilai antara kita dan anak kita
Bagi anak, konsepnya adalah senang dan tidak senang. Sedangkan bagi kita adalah baik dan tidak baik. Beda kan?
Menyenangkan belum tentu baik.
Dan tidak menyenangkan belum tentu tidak baik. Ya kan?

Kita bahas satu persatu yuk , kita ambil beberapa contoh saja…
1. Bagi kita baik, bagi anak kita tidak baik.
– Hemat uang itu menurut kita baik, bagi anak tidak baik karena tidak menyenangkan.
– makan buah dan sayur itu menurut kita baik karena menyehatkan. Bagi anak- anak tidak baik, tidak suka karena rasanya kalah dengan makanan- makanan kemasan.

2. Bagi kita tidak baik, bagi anak baik.
– naik truk untuk transportasi ke sebuah tempat di desa itu bahaya, ndak baik kata orangtua. Tapi asik bagi anak-anak. Seruu..kata mereka.
– naik bis tanpa AC itu gak nyaman menurut kita. Tapi bagi anak- anak menyenangkan. Mereka bisa buka jendela mobil. Anginnya bisa masuk.. Segerr..katanya.
– duduk di tanah, mainan tanah, nyemplung ke sawah, menurut kita itu kotor. Bagi anak- anak inilah dunia kebebasan mereka. Mereka bebas bergerak dan bermain, mengalami hal yang sensasional. Pengalaman yang mengasikkan.

Nah, karena terjadi perbedaan sahabat dan sudut pandang antara kita dan anak kita maka marilah kita bersikap lebih bijaksana :
A. Fahamilah anak. Jangan terlalu kekeh mempertahankan bahwa pendapat kitalah yang paling benar dan anak yang salah. Diskusilah dengan anak. Dengarkan keinginan mereka, pendapat mereka. Ini akan bermanfaat :
– Mengembangkan rasa percaya diri mereka.
– Melatih kemampuan mengungkapkan pendapat.
Bisa jadi alasan anaklah yang benar. Bisa jadi pendapat anak yang lebih baik. Jika kita menghargai anak, mendengarkan suara anak, ini sangat baik bagi pembentukan karakternya.

B. Berpikirlah lebih jauh secara global lebih jauh ke depan, demi pembentukan akhlaq dan karakternya. Bukan hanya yang terjadi saat ini. Jangan terlalu protektif kepada anak yang justru membuatnya menjadi lemah dan minim pengalaman. Misalnya anak bermain tanah bersama temannya. Dibalik kotornya -menurut pandangan kita- tapi di dalamnya banyak sekali kebaikan yang bisa didapat oleh anak yaitu, mengembangkan kreativitas, memperkuat motorik halusnya, memperkokoh jiwa juangnya sekaligus jiwa sosialnya dengan teman-temannya. Soal mencuci lagi adalah persoalan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan banyaknya manfaat yang didapat oleh anak.
Kata iklan sabun, berani kotor itu baik. Setuju,bun?

3. Bagi kita dan anak kita baik, ternyata tidak baik untuk keduanya.
– Misal kita memberilan fasilitas berlebih kepada anak kita. Anak TK atau SD diberi jam tangan yang bisa untuk telpon. Bagi kita baik, karena kita dengan mudah menghubungi anak. Mengetahui kondisinya, memastikan jam pulangnya. Anakpun senang karena merasa ada mamanya yang terus berada disisinya.
Namun ternyata hal ini tidak baik untuk keduanya. Orangtua akan mudah masuk ke dunia anak setiap saat. Ini membuat orangtua kurang iklas dalam menyekolahkan anak. Belum percaya sepenuhnya kepada guru. Semua masih dihandel langsung. Anakpun akan tergganggu karena akan terus mengandalkan mamanya pada setiap masalahnya. Anak menjadi manja dan tidak mandiri. Tentu ini sangat merugikan keduanya.
– pergi- pergi itu menyenangkan. Bunda ada acara keluar kota, anak di ajak sehingga harus ijin sekolah. Keduanya senang, bundanya ada yang menemani, anaknya senang di ajak dolan. Namun bila ini sering dilakukan tentu tidak baik, karena mengganggu proses belajar anak.

🌷Ayah bunda, mari kita masuk ke dunia anak untuk memahami mereka. Jaman kita berbeda dengan jaman anak kita. Maka, bukan saatnya lagi kita memaksakan kehendak kita. Dengarkan anak, hargailah pendapatnya. Agar mereka menjadi anak yang tangguh di jamannya kelak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kontak Kami

Silahkan hubungi kami apabila pertanyaan terkait Yayasan Al Abidin Surakarta.